Teori Zaman Poros ke Zaman Kebudayaan Sains Teknologi part 1


Karl Jaspers


(Widagdobagian Pendahuluan – “Desain dan Kebudayaan”, penerbit ITB, 2005)
Sebagai awal dari pembahasan mengenai desain dan kebudayaan, dipaparkan teori Zaman Poros Prof. Karl Jaspers dari bukunya yang berjudul “Vom Ursprung und Ziel der Geschichte” yang ditulis pada tahun 1955. Karl Jaspers adalah tokoh filsafat sejarah dengan reputasi ilmiah yang tinggi di dunia. Semasa hidupnya, ia mengajar di Universitas Heidelberg dan Basel. Buah pikirannya yang tertuang dalam bukunya, antara lain, “Philosophic” (1932) dan “Vernunfi und existenz” (1935), ikut membentuk cara pandang filosofls manusia abad ini.
Teori Jaspers sengaja dibahas di bagian pertama dalam bab pendahuluan ini, selain untuk melihat sejarah kebudayaan dalam konteks yang lebih luas, terutama, dilihat dari struktur sejarah dunia, juga untuk memahami kedudukan desain serta sains dan teknologi dalam kerangka dan perspektif sejarah kebudayaan dunia. Sering timbul pertanyaan mengenai sejarah desain modern, tentang kelahiran dan keterlibatannya dalam wacana budaya, terutama bila dilihat dari perspektif sejarah kebudayaan Indonesia.
Sering ada pertanyaan mengapa bahasan tentang desain selalu bertolak dari kebudayaan Barat, mengapa tidak bertolak dari kebudayaan Timur atau malah dari sejarah Indonesia, dengan dalih dunia Timur juga telah mencapai kebudayaan yang tinggi. Apakah tidak ada teori yang dapat digali dari kawasan ini? Pada bahasan selanjutnya, dengan sistem pengelompokkan sejarah yang dibagi menjadi beberapa periode, akan terlihat jelas alur perkembangan sejarah yang pada akhirnya melahirkan metode berpikir yang menghasilkan desain modern.
Bila kebudayaan itu adalah rangkaian pencapaian nilai-nilai oleh umat manusia yang sifatnya lebih dari sekadar upaya untuk kelangsungan hidup biologis semata, maka kebudayaan yang demikian telah dicapai manusia beberapa ribu tahun yang lalu (Tallcot Parsons, Koentjaraningrat). Kebudayaan tinggi pertama yang tercatat dalam sejarah adalah kebudayaan yang terdapat di Sumeria, Babylonia, Mesir, dan Egea yang sudah ada sejak kira-kira 4000 tahun sebelum masehi. Selanjutnya, kebudayaan yang terdapat di kawasan India yang dikenal
sebagai kebudayaan pra-Aria yang masih ada hubungannya dengan : kebudayaan Sumeria. Kemudian, yang relatif masih samar-samar, adalah kebudayaan Cina kuno dari tahun 2000 SM.

Dengan ditemukannya bukti sejarah berupa tulisan, artefak, bangunan, karya seni, dan berbagai peninggalan lainnya dari zaman purba ini, maka hubungan antara manusia masa kini dengan sejarah pendahulunya menjadi lain. Pemahaman terhadap adanya rasa keterikatan bahwa kebudayaan manusia adalah kejadian sejarah yang berkesinambungan menjadi nyata. Kebudayaan manusia yang merupakan sebuah “continuum” nilai-nilai yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya adalah suatu kenyataan dan fakta sejarah. Dengan pemahaman dan kesadaran ini, manusia akan lebih arif dalam melihat dirinya, karena selalu menempatkan dirinya dalam konteks yang lebih luas dan meninggalkan berbagai prasangka yang sempit dan bersifat absolut.
Berbagai peninggalan kebudayaan tua yang tinggi mutunya menjadi penting artinya dalam konteks sejarah. Untuk pertama kalinya, setelah kegelapan yang meliputi masa silam prasejarah manusia (yang diperkirakan berjalan lebih dari 30.000 tahun), sejarah tidak lagi bertumpu pada berbagai tafsiran dan perkiraan atas temuan benda-benda prasejarah, seperti kapak batu, lukisan di gua, potongan-potongan tulang, dll. Akan tetapi, sejarah mulai bertumpu pada ber­bagai artefak sejarah yang secara lebih teliti dapat dibaca dan diinterpretasikan. Berdasarkan tulisan-tulisan kuno (sejauh yang sudah dapat dibaca) mengenai arsitektur, karya seni, dan benda-benda sejarah lainnya, manusia sekarang dapat mempelajari bahasa, sistem sosial, organisasi pemerintahan, dan kebiasaan- kebiasaan sosial pada masa itu.
Meskipun masih selalu terjadi bias perspektif dalam cara pandangnya karena manusia modern mempunyai kecenderungan sukar untuk melepaskan dirinya dari kerangka budaya zamannya, manusia modern masih dapat belajar dan me- nilai berbagai pencapaian dunia kognitif dan emosional pada masa kebudayaan kuno. Dengan bertambahnya pengetahuan, wawasan manusia modern menjadi luas. Hal ini bermanfaat untuk menentukan sikap dalam menghadapi wacana sosio-budaya yang terjadi.
Inti pemikiran Jaspers adalah adanya tahapan kebudayaan dalam sejarah manusia yang dikelompokkan dalam beberapa periode. Periode terpenting dalam tesisnya adalah yang ia sebut dengan Achsenzeit, yang artinya adalah “Zaman Poros” (Achse = Poros). Pada masa itu terjadi terobosan sejarah yang menjadi dasar terjadinya lompatan kebudayaan yang menuju arah yang belum pernah ada sebelumnya, yaitu terobosan kebudayaan yang memungkinkan lahirnya kebudayaan yang berdasarkan sains dan teknologi. Kebudayaan ini kemudian mendominasi arah kebudayaan umat manusia pada abad 20. Abad di mana kebudayaan dari belahan dunia lainnya akan tergiring menuju arus budaya sains dan teknologi, dan dunia akan menuju pada kebudayaan universal dan global. Tesis teori Zaman Poros (Achsenzeit) menyatakan bahwa dalam sejarah umat manusia terobosan sejarah dan lompatan kebudayaan yang penting dan menentukan terjadi pada Zaman Poros ini.
Pada periode tersebut (800-200 tahun sebelum masehi) tumbuh pusat kebudayaan umat manusia yang memungkinkan berkembangnya kebudayaan modern yang kita kenal sekarang ini. 
Bersambung

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Teori Zaman Poros ke Zaman Kebudayaan Sains Teknologi part 1"

Post a Comment